TELUKKUANTAN-Rencana pengambilalihan wewenang pengelolaan guru oleh pemerintah pusat akan menjadi penyejuk kegelisahan guru di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Kuantan Singingi. Selama ini, secara terang-terangan, pahlawan tanpa tanda jasa itu harus berpolitik praktis dan menjadi tim sukses penguasa. Kalau tidak ikut arus, siap-siap untuk dipindahkan ke tempat yang terpencil.
Terkuaknya keterlibatan sejumlah guru di Kabupaten Kuantan Singingi menjadi tim sukses salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati pemihan umum kepada daerah tahun 2011, berdasarkan kesaksian sejumlah saksi di Mahkamah Konstitusi dari Perselisisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) antara pasangan Sukarmis-Zulkifli dengan pasangan Mursini-Gumpita.
Bahkan, sebelum pemilukada saja, sudah ada guru yang mem-PTUN-kan (Pengadilan Tata Usaha Negara, red) Pemkab Kuansing akibat memperlakukan seorang guru tidak wajar, alias ada indikasi kepentingan politik penguasa.
Namun entah apa sebabnya, ada rencana perdamaian antara sang guru dengan Pemkab Kuansing, padahal sebelumnya, untuk satu guru yang mem-PTUN saja, Pemkab Kuansing sudah kewalahan.
Setelah pemilukada, terdengar ancaman sangat dahsyat kepada ribuan guru di Kabupaten Kuantan Singingi, mereka menunggu dengan cemas karena kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuantan Singingi Drs. Alwis, M.Si berencana akan memindahkan sejumlah guru dengan alasan tidak adanya pemerataan guru di Kabupaten Kuantan Singingi.
Yang anehnya, tindakan tersebut diambil ketika pesta demokrasi usai, dan mereka yang terindikasi memihak kepada lawan politik (menentang arus, red) disebut-sebut akan dipindahkan ke tempat yang jauh dari sanak familinya.
Dibawah kepemimpinan Alwis ini sejumlah guru di obok-obok seperti kacang goreng saja, mereka dibolak balik dalam kuali panas, maklum saja, sebelum menjadi kepala dinas pendidikan, Alwis menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau, otomatis yang bersangkutan “jago” politik, bukan jago pendidikan.
Kemudian dari pada itu, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M. Nuh di Jakarta, Rabu (22/6/2011) seperti dilansir Riau Pos mengakui keberadaan guru sebagai PNS daerah yang terombang ambing.
“Namanya saja PNS daerah, ya itu tergantung kepala daerah. Bisa ditaruh di kecamatan, di perbatasan juga boleh. Tapi pertimbangan domestiknya itu sangat kental. Tapi nanti saat kita tarik ke pusat, itu kan pertimbangannya pertimbangan nasional. Bukan daerah lagi,” kata M. Nuh.
Pengelolaan guru ditingkat pusat juga akan memudahkan Kemendiknas untuk mengatur. Sebab kata Nuh, dengan kewenangan yang dimiliki, Kemendiknas bisa menyalurkan guru secara merata sampai ke daerah terpencil maupun perbatasan. (Noprio sandi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar