Hingga saat ini ketimpangan
anggaran masih terjadi dilingkungan Pemkab Kuansing. Ketimpangan paling
menyolok antara anggaran Sekretariat Daerah (Setda) dengan anggaran beberapa
satuan kerja. Anehnya kejadian ini sepertinya telah diwariskan dari
pemerintahan sebelumnya.
Salah seorang pejabat
dilingkungan Pemkab Kuansing yang tak etis disebutkan namanya mengaku
ketimpangan anggaran masih terjadi sampai tahun 2012 ini. Setelah jelas
penganggaran masing-masing satuan kerja, maka diketahuilah besarnya ketimpangan
tersebut.
Dibeberapa satker bebernya,
anggaran yang dikelola cukup besar, sehingga pandangan orang luar, satuan kerja
tersebut menjadi satuan kerja yang memiliki lahan basah, sehingga menjadi incaran.
Sementara satker tertentu
anggaran yang dimiliki tetap kecil, anehnya kondisi ini telah berlangsung cukup
lama, entah bagaimana proporsi anggaran pengaturannya oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, tidak diketahui secara pasti.
Dia hanya menggarkan sebagai
contoh empat buah satker A, B, C, D, yang anggaran sebelumnya A = 25, B = 50, C
= 75, D = 100. Ada
kebijakan untuk kenaikan anggaran masing-masing satker, seperti angin segar,
tapi malah kenaikan diumpamakan 10 persen, diberlakukan untuk masing-masing
satker, maka penambahan anggaran menjadi A = 27,5, B = 55, C = 85, D = 110.
Seharusnya menurut pejabat ini
tidak demikian, kenaikan anggaran harus disesuaikan dengan beban tugas yang
dimiliki oleh satker tersebut, bukan memberikan besaran yang merata.
Akibatnya, satker yang memperoleh
anggaran kecil, tetap berkutat dengan kecilnya anggaran dan tidak bisa berbuat
banyak, sehingga tuntutan kebutuhan kerja serta keinginan masyarakat tidak bisa
dilaksanakan.
Maka terjadilah, di beberapa
satuan kerja bisa berbuat banyak untuk satkernya, bahkan kegiatan yang
dibuatnya bisa mengakomodir kepentingan-kepetingan masyarakat serta satker itu
sendiri.
Bahkan lebih ironis lagi,
ketimpangan anggaran antara sejumlah satker terjadi sangat mencolok dengan
Sekretariat Daerah, mulai dari tunjangan, untuk tunjangan operasional kepala
dinas (eselon II) saja hanya Rp 3,5 juta per bulan, sementara tunjangan untuk
level kabag (eselon III) di Sekretariat Daerah (kantor bupati) mencapai Rp 5
juta per bulan.
Disamping ketimpangan tunjangan,
untuk dinas/satuan kerja tertentu untuk menambah langgaranan koran saja sebagai
bahan bacaan tidak mencukupi, kadang bahan bacaan hanya satu koran, jika mau
menambah, tidak memiliki anggaran lagi.
Sementara untuk level kabag di
secretariat daerah itu memiliki bahan bacaan mencapai 7 buah koran. “Bayangkan
saja, saya pernah masuk ke ruang kabag, ada 7 koran di mejanya, sementara kami,
mau menambah langgaran satu koran lain saja tidak memiliki anggaran,
bayangkan,” katanya kesal.
Kemudian dari pada itu,
ketimpangan anggaran sepertinya juga terjadi untuk belanja modal bagi
masing-masing kecamatan, sehingga Wakil Bupati Kuantan Singingi Drs. H.
Zulkifli, M.Si ketika musrenbang di Kecamatan Singingi pernah menyentil Bappeda
agar memberikan anggaran yang seimbang untuk sejumlah kecamatan di Kabupaten
Kuantan Singingi. (noprio sandi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar