Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH)
Minyak dan Gas Bumi (migas) untuk Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2011 Rp 316
M. Realisasi ini agak meleset dari target Rp 331 M. Sedangkan angka itu bisa
berubah signifikan jika kedepan Kuansing bisa tergolong daerah penghasil migas.
“Kalau Kuansing tahun 2011
potangkan (lalu, red), target awak dari awalnya Rp 331 M, sudah tu berubah
menjadi Rp 316 M,” kata Nafrial, SE Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Kuantan Singingi
Senin (20/2) di ruang kerjanya sambil menengok data yang ada di atas mejanya.
Berbeda dengan Kuansing,
Kabupaten Bengkalis diterangkan Nafrial mencapai angka Rp 1,9 T (hampir Rp 2 T,
red), Kabupaten Siak Rp 900 M (tidak sampai Rp 1 T, red), Kabupaten Rokan Hilir
Rp 824 M.
Harapan untuk Kuansing kedepan
merubah DBH migas lebih signifikan, dimana Kuansing juga telah ada sumur minyak
di Pangean Nafrial menilai masih perlu waktu kearah itu. “Barang tukan setelah
operasional, la disedot, la ado kontrak kerja bersama nye, dan la menghasilkan,
itukan baru awak jual. Setelah dijual itu baru dihitung livting, baru dihitung
berapo pembagian penghasilnyo,” terang Nafrial.
Tapi baru positif mengadung
minyak saja seperti sumur minyak di Desa Pembatang Kecamatan Pangean, belum
diambil minyaknya, tentu belum bisa ditenukan berapa bagian Kuansing.
Nafrial optimis kalau memang Kuansing
betul-betul bisa menghasilkan, dan dapat diandalkan seperti daerah-daerah lain
penghasil minyak, Bengkalis, Siak, Rohil dan daerah lainnya, otomatis perolehan
DBH migas Kuansing akan bertambah.
Besar kisarannya perolehan DBH
migas tersebut jika Kuansing tergolong daerah penghasil perlu ditengok pula
menurut Nafrial berapa kapasitas minyaknya. “Berapo barel yang bisa kito apo kan , “ katanya yang
penghitungan masih di Depkeu sementara presentase-persentase perhitungan kurang
dikuasainya.
Menjadi daerah penghasil minyak
nantinya Kuansing Nafrial berkeyakinan setidak-tidaknya pembangunan Kuansing 5
tahun kedepan akan lebih baik seperti daerah penghasil minyak lainnya di
Provinsi Riau.
"Kami minta setidaknya dana bagi hasil kepada daerah sebesar 30 persen untuk minyak, dan 50 persen untuk gas," kata Muliana dalam laman tempo.co saat mendatangi kantor Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BPMigas), Kamis 9 Februari 2012 lalu.
Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, ditetapkan dana bagi hasil kepada daerah untuk minyak sebesar 15,5 persen dan gas sebesar 30,5 persen. Jatah tersebut didapatkan daerah dari hasil pembagian pendapatan antara pemerintah pusat dan kontraktor migas. Seperti diketahui, pemerintah mendapatkan bagian 85 persen untuk produksi minyak dan 70 persen untuk produksi gas, sisanya untuk kontraktor. Jatah yang dibagikan kepada daerah diambil dari pendapatan milik pemerintah tersebut.
Muliana memaparkan meski hitungannya tampak besar untuk daerah, realisasinya selama ini masih kurang mencukupi. Apalagi daerah penghasil yang paling terkena dampak atas terdapatnya kegiatan eksploitasi ataupun eksplorasi migas. "Dampak lingkungan dan sosialnya langsung kepada kami, pembagian tersebut tidak mencerminkan pemerataan pendapatan seperti yang dijanjikan pemerintah."
Selain meminta tambahan porsi dalam bagi hasil, daerah juga meminta jatah atas setiap bonus tanda tangan lelang wilayah kerja blok migas yang didapatkan oleh pemerintah. "Bonus tanda tangan itu
Forum berjanji akan berusaha mengembangkan kemampuan sendiri agar mampu berpartisipasi dalam pengelolaan tersebut. Apabila daerah tidak mampu, Forum akan memilih Pertamina selaku rekan kerja sama dalam pengelolaan di participating interest. "Daripada dengan swasta atau kontraktor asing, kami akan sarankan daerah bekerja sama dengan Pertamina."
Deputi pengendali dan operasi BPMigas, Rudi Rubiandini, menjelaskan permintaan tambahan porsi bagi hasil kepada daerah sebenarnya bukan masalah. Malah sempat ada wacana porsi bagi hasil untuk daerah disamaratakan sebesar 30 persen baik untuk minyak maupun gas."Tidak ada perbedaan, tapi bukan berarti juga bisa berubah jadi 30 untuk minyak dan 50 untuk gas," kata dia.
Porsi bagi hasil yang serupa untuk minyak ataupun gas disarankan karena kedua komoditas tersebut keluar dari sumur yang sama dengan biaya dari cost recovery yang sama. "Diolah dengan alat yang sama, serta menjadi pendapatan APBN secara bersama-sama. Jadi tidak usah dibeda-bedakan persentasenya," ucap Rudi.
Sementara, permintaan untuk juga mendapatkan jatah dari bonus tanda tangan dinilai masih sulit diterapkan. Sebab, bonus tersebut diterima pemerintah untuk mengganti pembiayaan guna mengumpulkan data dan informasi lapangan yang dilelang. Karena itu uang bonus tetap jadi hak pemerintah pusat. "Nantinya digunakan untuk pengumpulan data di lapangan yang tidak selalu berada di daerah yang sama. Apalagi daerah tidak ikut mencari data dan informasi lapangan migas baru.". (noprio sandi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar